Puisi Jante Arkidam
Puisi Jante Arkidam karya Ajip Rosidi, termasuk kedalam contoh puisi naratif. Puisi ini menceritakan kehebatan seorang Jante Arkidam. Dalam puisi tersebut Jante arkidam digambarkan dengan sosok yang susah ditaklukan, bahkan oleh mantri polisi sekalipun.
Selain sebagai puisi naratif, puisi ini juga termasuk kedalam jenis puisi epik, karena bercerita tentang kesaktian seorang tokoh yang sulit dipatahkan. Hal ini terlihat hingga pada bait terakhir “Kembali Jante diburu, Lari dalam gelap, Meniti muka air kali, Tiba di persembunyiannya”. Berikut Puisi Jante Arkidam.
Selain sebagai puisi naratif, puisi ini juga termasuk kedalam jenis puisi epik, karena bercerita tentang kesaktian seorang tokoh yang sulit dipatahkan. Hal ini terlihat hingga pada bait terakhir “Kembali Jante diburu, Lari dalam gelap, Meniti muka air kali, Tiba di persembunyiannya”. Berikut Puisi Jante Arkidam.
Jante Arkidam
Karya: Ajip Rosidi
Sepasang mata biji saga
Tajam tangannya lelancip gobang
Berebahan tubuh-tubuh lalang dia tebang
Arkidam, Jante Arkidam
Dinding tembok hanyalah tabir embun
Lunak besi di lengkungannya
Tubuhnya lolos di tiap liang sinar
Arkidam, Jante Arkidam
Di penjudian, di peralatan
Hanyalah satu jagoan
Arkidam, Jante Arkidam
Malam berudara tuba
Jante merajai kegelapan
Disibaknya ruji besi pegadaian
Malam berudara lembut
Jante merajai kalangan ronggeng
Ia menari, ia ketawa
‘mantri polisi lihat ke mari!
Bakar mejajudi dengan uangku sepenuh saku
Wedanan jangan ketawa sendiri!
Tangkaplah satu ronggeng berpantat padat
Bersama Jante Arkidam menari
Telah kusibak rujibesi!’
Berpandangan wedana dan mantripolisi
Jante, Jante; Arkidam!
Telah dibongkarnya pegadaian malam tadi
Dan kini ia menari!’
‘Aku, akulah Jante Arkidam
Siapa berani melangkah kutigas tubuhnya
Batang pisang,
Tajam tanganku lelancip gobang
Telah kulipat rujibesi’
Diam ketakutan seluruh kalangan
Memandang kepada Jante bermata kembang
Sepatu
‘mengapa kalian memandang begitu?
Menarilah, malam senyampang lalu!’
Hidup kembali kalangan, hidup kembali
Penjudian
Jante masih menari berselempang selendang
Diteguknya sloki kesembilanlikur
Waktu mentari bangun, Jante tertidur
Kala terbangun dari mabuknya
Mantripolisi berada di sisi kiri
‘Jante, Jante Arkidam, Nusa Kambangan!’
Digisiknya mata yang sidik
‘Mantripolisi, tindakanmu betina punya!
Membokong orang yang nyenyak’
Arkidam diam dirante kedua belah tangan
Dendamnya merah lidah ular tanah
Sebelum habis hari pertama
Jante pilin ruji penjara
Dia minggat meniti cahya
Sebelum tiba malam pertama
Terbenam tubuh mantripolisi di dasar kali
‘Siapa lelaki menuntut bela?
Datanglah kala aku jaga!’
Teriaknya gaung di lunas malam
Dan Jante berdiri di atas jembatan
Tak ada orang yang datang
Jante hincit menikam kelam
Janda yang lakinya terbunuh di dasar kali
Jante datang ke pangkuannya
Mulut mana yang tak direguknya
Dada mana yang tidak diperasnya?
Bidang riap berbulu hitam
Ruastulangnya panjang-panjang
Telah terbenam beratus perempuan
Di wajahnya yang tegap
Betina mana yang tak ditaklukkannya?
Mulutnya manis jeruk Garut
Lidahnya serbuk kelapa puan
Kumisnya tajam sapu injuk
Arkidam, Jante Arkidam
Teng tiga di tangsi polisi
Jante terbangun ketiga kali
Diremasnya rambut hitam janda bawahnya
Teng kelima di tangsi polisi
Jante terbangun dari lelapnya
Perempuan berkhianat, tak ada di sisinya
Berdegap langkah mengepung rumah
Didengarnya lelaki menantang:
‘Jante, bangun! Kami datang jika kau jaga!’
‘Datang siapa yang jantan
Kutunggu di atas ranjang’
‘Mana Jante yang berani
Hingga tak keluar menemui kami?’
‘Tubuh kalian batang pisang
Tajam tanganku lelancip pedang’
Menembus genteng kaca Jante berdiri di atas atap
Memandang hina pada orang yang banyak
Dipejamkan matanya dan ia sudah berdiri di atas tanah
‘hei, lelaki matabadak lihatlah yang tegas
Jante Arkidam ada di mana?’
Berpaling seluruh mata kebelakang
Jante Arkidam lolos dari kepungan
Dan masuk ke kebun tebu
‘Kejar jahanam yang lari!’
Jante dikepung lelaki satu kampung
Dilingkung kebun tebu mulai berbunga
Jante sembunyi di lorong dalamnya
‘Keluar Jante yang sakti!’
Digelengkannya kepala yang angkuh
Sekejap Jante telah bersanggul
‘Alangkah cantik perempuan yang lewat
Adakah ketemu Jante di dalam kebun?’
‘Jante tak kusua barang seorang
Masih samar, di lorong dalam’
‘Alangkah Eneng bergegas
Adakah yang diburu?’
‘Jangan hadang jalanku
Pasar kan segera usai!’
Sesudah jauh Jante dari mereka
Kembali dijelmakannya dirinya
‘Hei lelaki sekampung bermata dadu
Apa kerja kalian mengantuk di situ?’
Berpaling lelaki ke arah Jante
Ia telah lolos dari kepungan
Kembali Jante diburu
Lari dalam gelap
Meniti muka air kali
Tiba di persembunyiannya.
Karya: Ajip Rosidi
Sepasang mata biji saga
Tajam tangannya lelancip gobang
Berebahan tubuh-tubuh lalang dia tebang
Arkidam, Jante Arkidam
Dinding tembok hanyalah tabir embun
Lunak besi di lengkungannya
Tubuhnya lolos di tiap liang sinar
Arkidam, Jante Arkidam
Di penjudian, di peralatan
Hanyalah satu jagoan
Arkidam, Jante Arkidam
Malam berudara tuba
Jante merajai kegelapan
Disibaknya ruji besi pegadaian
Malam berudara lembut
Jante merajai kalangan ronggeng
Ia menari, ia ketawa
‘mantri polisi lihat ke mari!
Bakar mejajudi dengan uangku sepenuh saku
Wedanan jangan ketawa sendiri!
Tangkaplah satu ronggeng berpantat padat
Bersama Jante Arkidam menari
Telah kusibak rujibesi!’
Berpandangan wedana dan mantripolisi
Jante, Jante; Arkidam!
Telah dibongkarnya pegadaian malam tadi
Dan kini ia menari!’
‘Aku, akulah Jante Arkidam
Siapa berani melangkah kutigas tubuhnya
Batang pisang,
Tajam tanganku lelancip gobang
Telah kulipat rujibesi’
Diam ketakutan seluruh kalangan
Memandang kepada Jante bermata kembang
Sepatu
‘mengapa kalian memandang begitu?
Menarilah, malam senyampang lalu!’
Hidup kembali kalangan, hidup kembali
Penjudian
Jante masih menari berselempang selendang
Diteguknya sloki kesembilanlikur
Waktu mentari bangun, Jante tertidur
Kala terbangun dari mabuknya
Mantripolisi berada di sisi kiri
‘Jante, Jante Arkidam, Nusa Kambangan!’
Digisiknya mata yang sidik
‘Mantripolisi, tindakanmu betina punya!
Membokong orang yang nyenyak’
Arkidam diam dirante kedua belah tangan
Dendamnya merah lidah ular tanah
Sebelum habis hari pertama
Jante pilin ruji penjara
Dia minggat meniti cahya
Sebelum tiba malam pertama
Terbenam tubuh mantripolisi di dasar kali
‘Siapa lelaki menuntut bela?
Datanglah kala aku jaga!’
Teriaknya gaung di lunas malam
Dan Jante berdiri di atas jembatan
Tak ada orang yang datang
Jante hincit menikam kelam
Janda yang lakinya terbunuh di dasar kali
Jante datang ke pangkuannya
Mulut mana yang tak direguknya
Dada mana yang tidak diperasnya?
Bidang riap berbulu hitam
Ruastulangnya panjang-panjang
Telah terbenam beratus perempuan
Di wajahnya yang tegap
Betina mana yang tak ditaklukkannya?
Mulutnya manis jeruk Garut
Lidahnya serbuk kelapa puan
Kumisnya tajam sapu injuk
Arkidam, Jante Arkidam
Teng tiga di tangsi polisi
Jante terbangun ketiga kali
Diremasnya rambut hitam janda bawahnya
Teng kelima di tangsi polisi
Jante terbangun dari lelapnya
Perempuan berkhianat, tak ada di sisinya
Berdegap langkah mengepung rumah
Didengarnya lelaki menantang:
‘Jante, bangun! Kami datang jika kau jaga!’
‘Datang siapa yang jantan
Kutunggu di atas ranjang’
‘Mana Jante yang berani
Hingga tak keluar menemui kami?’
‘Tubuh kalian batang pisang
Tajam tanganku lelancip pedang’
Menembus genteng kaca Jante berdiri di atas atap
Memandang hina pada orang yang banyak
Dipejamkan matanya dan ia sudah berdiri di atas tanah
‘hei, lelaki matabadak lihatlah yang tegas
Jante Arkidam ada di mana?’
Berpaling seluruh mata kebelakang
Jante Arkidam lolos dari kepungan
Dan masuk ke kebun tebu
‘Kejar jahanam yang lari!’
Jante dikepung lelaki satu kampung
Dilingkung kebun tebu mulai berbunga
Jante sembunyi di lorong dalamnya
‘Keluar Jante yang sakti!’
Digelengkannya kepala yang angkuh
Sekejap Jante telah bersanggul
‘Alangkah cantik perempuan yang lewat
Adakah ketemu Jante di dalam kebun?’
‘Jante tak kusua barang seorang
Masih samar, di lorong dalam’
‘Alangkah Eneng bergegas
Adakah yang diburu?’
‘Jangan hadang jalanku
Pasar kan segera usai!’
Sesudah jauh Jante dari mereka
Kembali dijelmakannya dirinya
‘Hei lelaki sekampung bermata dadu
Apa kerja kalian mengantuk di situ?’
Berpaling lelaki ke arah Jante
Ia telah lolos dari kepungan
Kembali Jante diburu
Lari dalam gelap
Meniti muka air kali
Tiba di persembunyiannya.
wow keren nie puisinya ane aja puisinya serasa seperti sampah yg tak berguna ni puisi yg ane bikin
BalasHapusMantab puisinya :D
BalasHapusmaksudnya "Jante Arkidam" apa bang... gak ngerti aku...
BalasHapusMaksudnya Jante Arkidam adalah orang yang sulit dikalahkanb dan di tamgkap
Hapusdalam banget puisinya.. :)
BalasHapussukses terus buat blognya..
BalasHapusBagus banget puisinya, sukses aja deh buat blognya sangat memberi wawasan bagi pelajar seperti saya..
BalasHapusnice post :)
BalasHapusditunggu kunjungan baliknya yaah ,
Ayip rosidi, ws rendra, taufik Ismail. 3 jawara puisi Indonesia setelah angkatan cnairil anwar (45).
BalasHapusAJIP ROSIDI MEMANG BUDAYAWAN HEBAT
BalasHapus