Formula Irama
Umpasa Pernikahan I ini selalu dituturkan dengan suara yang jelas. Artinya, penutur umpasa tersebut memiliki artikulasi yang masih baik. Hal ini bertujuan agar si pendengar tuturan tersebut dapat memahami dan selalu mengingatnya. Pada hakikatnya umpasa ini dituturkan dengan irama yang sama, mengikuti kebiasaan pola irama yang sering diucapkan oleh seseorang pemuka adat. Hal ini disebabkan kebiasaan meniru pemimpin yang selalu dianggap paling pandai menguasai adat di masyarakat.
Dalam analisis irama, akan dilihat pada suku kata yang memiliki nada panjang, sedang dan pendek. Kemudian akan dilanjutkan dengan analisis tinggi, sedang dan rendah nada pada setiap suku kata. Untuk lebih jelasnya, teks yang dianalisis diberi tanda tertentu yaitu: tanda (–) menandakan nada yang panjang, tanda (≥) menunjukan nada yang sedang, tanda (∩) menandakan nada pendek. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut:
Dari tabel di atas diperoleh gambaran yang lebih spesifik. Gambaran tersebut diantaranya adalah panjang nada yang dipakai dalam penuturan teks ini didominasi oleh nada pendek (∩) yang mendominasi semua larik. Sedangkan nada-nada sedang (≥) mendominasi setiap akhir larik.
Untuk lebih jelas mengenai nada tinggi, sedang dan rendah pada setiap suku kata, teks yang dianalisis diberi tanda tertentu yaitu: tanda (1) menandakan nada rendah, tanda (2) menandakan nada sedang, dan tanda (3) menunjukan nada yang tinggi. Analisisnya sebagai berikut:
Dari analisis di atas diperoleh gambaran bahwa tinggi rendah nada saat teks ini dituturkan didominasi oleh nada rendah (1). Nada-nada sedang (2) ada di beberapa suku kata dan nada tinggi (3) juga terdapat dibeberapa suku kata. Nada tinggi (3) menandakan penekanan pada pelafalannya. Penekanan pada teks umpasa terjadi pada suku kata-suku kata berikut:
langdong hondoron gumba
Timbahou sihondoron
Langdong tonggoron rupa
Parlaho sitonggoron
Suku kata yang bercetak tebal menandakan adanya penekanan (stressing) pada pelafalannya. Artinya, si penutur umpasa I ini melafalkan teks umpasa dengan nada-nada tertentu yang mengidentifikasikan adanya penekanan pada suku kata-suku kata tersebut. Penekanan ini juga merupakan sebuah indikasi tersendiri bagi si penutur untuk memberikan efek penegasan. Khususnya pada akhiran kata langdong, yaitu suku kata dong yang memiliki tingkat penekanan sangat tinggi, yang terdapat pada larik pertama dan ketiga. Kata dong disini menjadi penegas penunjuk suatu hal kepada audiens atau si penerima umpasa. Kata dong tersebut menegaskan frasa hondoron gumba (dipagar kesumba) dan frasa tonggoron rupa (melihat kecantikan).
Membaca lebih lengkap, kunjungi Daftar Isi Skripsi
Artikel Terkait (Skripsi)
Dalam analisis irama, akan dilihat pada suku kata yang memiliki nada panjang, sedang dan pendek. Kemudian akan dilanjutkan dengan analisis tinggi, sedang dan rendah nada pada setiap suku kata. Untuk lebih jelasnya, teks yang dianalisis diberi tanda tertentu yaitu: tanda (–) menandakan nada yang panjang, tanda (≥) menunjukan nada yang sedang, tanda (∩) menandakan nada pendek. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut:
TABEL
Formula Irama Teks
Dari tabel di atas diperoleh gambaran yang lebih spesifik. Gambaran tersebut diantaranya adalah panjang nada yang dipakai dalam penuturan teks ini didominasi oleh nada pendek (∩) yang mendominasi semua larik. Sedangkan nada-nada sedang (≥) mendominasi setiap akhir larik.
Untuk lebih jelas mengenai nada tinggi, sedang dan rendah pada setiap suku kata, teks yang dianalisis diberi tanda tertentu yaitu: tanda (1) menandakan nada rendah, tanda (2) menandakan nada sedang, dan tanda (3) menunjukan nada yang tinggi. Analisisnya sebagai berikut:
Dari analisis di atas diperoleh gambaran bahwa tinggi rendah nada saat teks ini dituturkan didominasi oleh nada rendah (1). Nada-nada sedang (2) ada di beberapa suku kata dan nada tinggi (3) juga terdapat dibeberapa suku kata. Nada tinggi (3) menandakan penekanan pada pelafalannya. Penekanan pada teks umpasa terjadi pada suku kata-suku kata berikut:
langdong hondoron gumba
Timbahou sihondoron
Langdong tonggoron rupa
Parlaho sitonggoron
Suku kata yang bercetak tebal menandakan adanya penekanan (stressing) pada pelafalannya. Artinya, si penutur umpasa I ini melafalkan teks umpasa dengan nada-nada tertentu yang mengidentifikasikan adanya penekanan pada suku kata-suku kata tersebut. Penekanan ini juga merupakan sebuah indikasi tersendiri bagi si penutur untuk memberikan efek penegasan. Khususnya pada akhiran kata langdong, yaitu suku kata dong yang memiliki tingkat penekanan sangat tinggi, yang terdapat pada larik pertama dan ketiga. Kata dong disini menjadi penegas penunjuk suatu hal kepada audiens atau si penerima umpasa. Kata dong tersebut menegaskan frasa hondoron gumba (dipagar kesumba) dan frasa tonggoron rupa (melihat kecantikan).
Membaca lebih lengkap, kunjungi Daftar Isi Skripsi
Artikel Terkait (Skripsi)
Posting Komentar untuk "Formula Irama"