Penggunaan Bahasa dalam Menggambarkan Perasaan
Penggunaan bahasa dalam menggambarkan perasaan dapat kita lihat pada karya sastra. Seperti yang dapat kita temukan dalam bentuk puisi. Karya sastra sebagai salah satu bentuk kreasi seni yang menggunakan bahasa sebagai wahana penuturnya, khususnya dalam mengutarakan perasaan.
Sebagai contoh, saya mengambil beberapa baris Puisi J.E. Tatengkeng yang berjudul "Anakku".
Ya, kekasihku..........
Engkau datang mengintai hidup,
Engkau datang menunjukkan muka.
Tetapi sekejap matamu kau tutup,
Melihat terang anakda tak suka.
Engkau yang dugambarkan sebagai kekasih yang datang mengintai hidup, dalam puisi ini seorang ayah melukiskan anaknya dalam keputusasaan kepada anaknya yang durhaka. Anak tersebut tidak pernah mengabari kedua orang tuanya dari perantauan (Kau diam anakku, kami kau tinggalkan) sampai-sampai ketika ibunya terbaring sakit, dia juga tidak perduli, seperti kita lihat pada baris berikutnya.
Sedikitpun matamu tak mengerling,
Memandang ibumu sakit berguling,
Air-matamu tak bercucuran,
Tinggalkan ibumu tak penghiburan.
Sampai kepada dia pulang mengunjungi ibunya yang terbaring sakit, dia tidak terlalu perduli, tidak sedikitpun si anak merasa bersalah. Sampai dia pergi lagi. sedikit penyesalan dan rasa sedihpun tidak ada dia tunjukkan. Sampai akhirnya ayahnya merelakan atau menyerahkan anaknya kepada Tuhan. Yang terlihat pada baris terakhir.
Anak kami Tuhan berikan,
Anak kami Tuhan panggilkan,
Hati kami Tuhan hiburkan
Nama Tuhan kami pujikan.
Pada bait terakhir ini si ayah lebih takut akan Tuhan daripada kehilangan si anak. Karena dia percaya si anak adalah pemberian dari Tuhan. Dalam puisi ini, peyair menggambarkan bagaimana perasaan seorang ayah yang telah di durhakai oleh anaknya sendiri Ferdinaen Saragih.
Artikel Bahasa
Sebagai contoh, saya mengambil beberapa baris Puisi J.E. Tatengkeng yang berjudul "Anakku".
Ya, kekasihku..........
Engkau datang mengintai hidup,
Engkau datang menunjukkan muka.
Tetapi sekejap matamu kau tutup,
Melihat terang anakda tak suka.
Engkau yang dugambarkan sebagai kekasih yang datang mengintai hidup, dalam puisi ini seorang ayah melukiskan anaknya dalam keputusasaan kepada anaknya yang durhaka. Anak tersebut tidak pernah mengabari kedua orang tuanya dari perantauan (Kau diam anakku, kami kau tinggalkan) sampai-sampai ketika ibunya terbaring sakit, dia juga tidak perduli, seperti kita lihat pada baris berikutnya.
Sedikitpun matamu tak mengerling,
Memandang ibumu sakit berguling,
Air-matamu tak bercucuran,
Tinggalkan ibumu tak penghiburan.
Sampai kepada dia pulang mengunjungi ibunya yang terbaring sakit, dia tidak terlalu perduli, tidak sedikitpun si anak merasa bersalah. Sampai dia pergi lagi. sedikit penyesalan dan rasa sedihpun tidak ada dia tunjukkan. Sampai akhirnya ayahnya merelakan atau menyerahkan anaknya kepada Tuhan. Yang terlihat pada baris terakhir.
Anak kami Tuhan berikan,
Anak kami Tuhan panggilkan,
Hati kami Tuhan hiburkan
Nama Tuhan kami pujikan.
Pada bait terakhir ini si ayah lebih takut akan Tuhan daripada kehilangan si anak. Karena dia percaya si anak adalah pemberian dari Tuhan. Dalam puisi ini, peyair menggambarkan bagaimana perasaan seorang ayah yang telah di durhakai oleh anaknya sendiri Ferdinaen Saragih.
Artikel Bahasa
Posting Komentar untuk "Penggunaan Bahasa dalam Menggambarkan Perasaan"