Ciri-ciri Aliran Romantik
Beberapa ciri-ciri aliran romantik, diantaranya sebagai berikut: kembali ke alam; kemurungan; primitivisme; sentimentalisme; individualisme; eksotisme. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan di bawah ini.
Pertama, kembali ke alam. Jean Jacques Rousseau (1712-1778), filsuf Perancis, menyerukan kepada manusia agar mengakrabi dan berpulang ke alam. Menurutnya, segala sesuatu yang dekat dengan alam yang murni, dengan sendirinya baik dan indah. Segala sesuatu yang diciptakan bersumber pada alam, yaitu apa yang ada disekeliling kita: apa yang kita lihat, kita dengar, dan kita rasakan. Kaum Romantik berpegang pada semboyan mereka yaitu alam adalah sesuatu yang mendukung dan menentukan perasaan (suasana) hati manusia. Dengan demikian, perasaan hati manusia itu tergantung dari keadaan alam. Begitu besarnya pengaruh alam bagi pengarang beraliran Romantik, membuat keindahan alam ini menjadi motif pada zaman tersebut. Alam yang digambarkan adalah kesunyian desa di malam hari, desiran kincir air, alam sunyi hutan, pesona hutan, dan lain-lain.
Kedua, kemurungan. Beberapa penyair menekankan kepada kemurungan yang dalam dan suram dan mereka mendapatkan ketenangan dengan mengunjungi tempat-tempat pemakaman dan merenungkan nasib manusia, kemataian (maut), dan kefanaan. Sedang penyair lainnya menyukai kesedihan, ketenangan, serta suka merenung di tempat-tempat terpencil. Tema-tema pada kesusastraan kemurungan (melankolis) dapat dikatakan berkisar seputar kemurungan akibat keterbencian, cinta yang tidak bahagia, penderitaan hidup, dan hal-hal yang menyeramkan.
Ketiga, primitivisme. Primitivisme adalah kecenderungan akan hal-hal yang alamiah atau natural, yaitu yang bebas dari penalaran, aturan-aturan, konvensi-konvensi masyarakat berbudaya yang kompleks. Dalam kesusastraan serta seni-seni lainnya, kaum primitivis percaya kepada spontanitas, ekspresi emosi secara bebas serta intuisi. Primitivisme ini sangat kuat pengaruhnya dalam pemikiran dan kesusastraan Amerika, yang ditandai oleh kerinduan akan masa lalu dan memimpikan kejayaan di masa yang akan datang. Dalam hal ini, kaum primitivis mengimbau kembalinya rasa cinta tanah air serta meratapi hilangnya kemegahan masa lalu. Dalam artian bahwa hidup di desa lebih dekat dengan alam, jauh lebih baik, bila dibandingkan dengan hidup di kota yang biasanya menimbulkan kesengsaraan dan banyak terjadi kejahatan.
Keempat, sentimentalisme. Istilah sentimentalisme mengacu kepada pengungkapan emosi yang dilakukan secara berlebihan atau tidak pada tempatnya. Dalam karya sastra, emosi itu berupa kesukaan akan kelembutan, birahi, kegandrungan akan sifat alamiah manusia yang semuanya lebih bersifat patetis daripada etis. Namun, pengungkapan perasaan ini tidak akan bersifat sentimental sejauh masyarakat pembacanya masih menganggap wajar, normal, dan seimbang (Shipley, 1960: 371-372).
Kelima, Individualisme. Penyair Romantik tidak hanya cenderung melarikan diri ke dalam perasaan serta dunia mimpi mereka sendiri tetapi juga mencari pengalaman emosional dalam dunia eksternal berupa hal-hal yang jauh, baik dalam hal waktu maupun tempat. Biasanya tokoh merasakan kegaiban jarak, tenggelam dalam keinginan-keinginan, emosi sangat dipengaruhi oleh imbauan sugesti dan misteri. Hal-hal yang supernatural, yang aneh dan sangat indah tertarik pada misteri yang ada dalam keindahan.
Keenam, eksotisme. Dalam Kamus Istilah Sastra, eksotisme adalah keasingan, keunikan, ketidakbiasaan yang mengandung daya tarik khas. Dalam sastra, eksotisme ini bersangkut-paut dengan sifat dan ciri latar, tokoh, dan peristiwa yang terasa asing dan unik (Zaidan, 1994: 66).
*Hadimadja Aoh K. 1972. Aliran-aliran Klasik, Romantik dan Realisma dalam Kesusastraan: dasar-dasar perkembangannja. Djakarta: Pustaka Jaya.
Sastra Lainnya
Pertama, kembali ke alam. Jean Jacques Rousseau (1712-1778), filsuf Perancis, menyerukan kepada manusia agar mengakrabi dan berpulang ke alam. Menurutnya, segala sesuatu yang dekat dengan alam yang murni, dengan sendirinya baik dan indah. Segala sesuatu yang diciptakan bersumber pada alam, yaitu apa yang ada disekeliling kita: apa yang kita lihat, kita dengar, dan kita rasakan. Kaum Romantik berpegang pada semboyan mereka yaitu alam adalah sesuatu yang mendukung dan menentukan perasaan (suasana) hati manusia. Dengan demikian, perasaan hati manusia itu tergantung dari keadaan alam. Begitu besarnya pengaruh alam bagi pengarang beraliran Romantik, membuat keindahan alam ini menjadi motif pada zaman tersebut. Alam yang digambarkan adalah kesunyian desa di malam hari, desiran kincir air, alam sunyi hutan, pesona hutan, dan lain-lain.
Kedua, kemurungan. Beberapa penyair menekankan kepada kemurungan yang dalam dan suram dan mereka mendapatkan ketenangan dengan mengunjungi tempat-tempat pemakaman dan merenungkan nasib manusia, kemataian (maut), dan kefanaan. Sedang penyair lainnya menyukai kesedihan, ketenangan, serta suka merenung di tempat-tempat terpencil. Tema-tema pada kesusastraan kemurungan (melankolis) dapat dikatakan berkisar seputar kemurungan akibat keterbencian, cinta yang tidak bahagia, penderitaan hidup, dan hal-hal yang menyeramkan.
Ketiga, primitivisme. Primitivisme adalah kecenderungan akan hal-hal yang alamiah atau natural, yaitu yang bebas dari penalaran, aturan-aturan, konvensi-konvensi masyarakat berbudaya yang kompleks. Dalam kesusastraan serta seni-seni lainnya, kaum primitivis percaya kepada spontanitas, ekspresi emosi secara bebas serta intuisi. Primitivisme ini sangat kuat pengaruhnya dalam pemikiran dan kesusastraan Amerika, yang ditandai oleh kerinduan akan masa lalu dan memimpikan kejayaan di masa yang akan datang. Dalam hal ini, kaum primitivis mengimbau kembalinya rasa cinta tanah air serta meratapi hilangnya kemegahan masa lalu. Dalam artian bahwa hidup di desa lebih dekat dengan alam, jauh lebih baik, bila dibandingkan dengan hidup di kota yang biasanya menimbulkan kesengsaraan dan banyak terjadi kejahatan.
Keempat, sentimentalisme. Istilah sentimentalisme mengacu kepada pengungkapan emosi yang dilakukan secara berlebihan atau tidak pada tempatnya. Dalam karya sastra, emosi itu berupa kesukaan akan kelembutan, birahi, kegandrungan akan sifat alamiah manusia yang semuanya lebih bersifat patetis daripada etis. Namun, pengungkapan perasaan ini tidak akan bersifat sentimental sejauh masyarakat pembacanya masih menganggap wajar, normal, dan seimbang (Shipley, 1960: 371-372).
Kelima, Individualisme. Penyair Romantik tidak hanya cenderung melarikan diri ke dalam perasaan serta dunia mimpi mereka sendiri tetapi juga mencari pengalaman emosional dalam dunia eksternal berupa hal-hal yang jauh, baik dalam hal waktu maupun tempat. Biasanya tokoh merasakan kegaiban jarak, tenggelam dalam keinginan-keinginan, emosi sangat dipengaruhi oleh imbauan sugesti dan misteri. Hal-hal yang supernatural, yang aneh dan sangat indah tertarik pada misteri yang ada dalam keindahan.
Keenam, eksotisme. Dalam Kamus Istilah Sastra, eksotisme adalah keasingan, keunikan, ketidakbiasaan yang mengandung daya tarik khas. Dalam sastra, eksotisme ini bersangkut-paut dengan sifat dan ciri latar, tokoh, dan peristiwa yang terasa asing dan unik (Zaidan, 1994: 66).
*Hadimadja Aoh K. 1972. Aliran-aliran Klasik, Romantik dan Realisma dalam Kesusastraan: dasar-dasar perkembangannja. Djakarta: Pustaka Jaya.
Sastra Lainnya
terimakasi infonya,,,,,, mohoon izin saya copy....
BalasHapusSilahkan di copy mas.
BalasHapusterimakasih infonya bang, izin copy ya
BalasHapusok dek.
Hapusada jual bukunya ga? tentang materi tersebut
BalasHapus