Cerpen Cinta I
Cerpen Cinta "Antara Dua Keyakinan". Pagi ini Terasa indah. Lelehan embun telah menyejukkan daun-daun hatiku. Aku tau ini terjadi karenamu, dan kau juga tau itu. Setelah kemarau panjang menjarah hatiku yang sempat gugur daun. Namun aku tidak tau, bagaimana akhirnya aku bisa berkenalan denganmu. Juga tidak tau, hingga akhirnya hati kita menyatu pada persinggahan ini. persatuan yang bigitu runyam.
“Tak hanya itu, Juga rumit.” Sambungmu melanjutkan perdebatan yang begitu sengit di pikiranku.
“dari mana kau tau pikiranku?” tanyaku.
“apa kamu lupa, kita telah menyatu. Jadi apa yang kita pikirkan. Kita pasti akan sama-sama tau.”
Kupandang sosok yang telah mencoba membaca pikiranku. Ternyata Selvia. Orang yang telah lama kutunggu di taman ini. kebahagianku ketika bersamanya, tak pernah dapat kulukiskan. Mungkin seperti Adam ketika Tuhan menciptakan seorang Hawa untuknya. Tapi aku selalu membayangkan lebih dari itu. Karena aku tak Pernah tau ukuran kebahagiaan, bahkan kesetiaan mereka. Dan ada hal yang membuatku iri. Tuhan merestui hubungan mereka. Sedangkan aku dan Selvia. Aku tak pernah tau.
Aku telah mencintai Selvia. Selvia adalah roh yang telah mengisi kebekuan jiwaku selama bertahun-tahun. Menggantikan sosok Risa, wanita yang pernah kukagumi selama berabad-abad. Ya selama berabad abad. Begitulah aku menyebutnya.
Tapi tak segampang itu, kesejukan itu kapan saja bisa hilang termakan oleh waktu. Aku dan Selvia dilahirkan pada persinggahan yang berbeda. Pada dua keyakinan yang berbeda. Sungguh, aku tak tau menyatukan cinta yang begitu penting buatku, juga bagi Selvia. Jika kupersatukan kata yang pernah disebutkan oleh Selvia dengan kata yang pernah kupikirkan, sungguh begitu runyam dan terlalu rumit.
Tak dapat kubayangkan jika cintaku bersama Selvia berakhir. Sepertinya hidup ini tak jauh dengan kematian yang gentayangan selepas Risa yang lalu. Dan sekarang Selvia lebih dari Risa untukku. Sungguh menakutkan, kepadaku, juga kepada Selvia.
Seringkali air mata Selvia menggenang di sela pertemuan. aku dan Selvia tau jika cinta ini akan terpasung pada dua persinggahan yang berbeda. Dibawah kuasa orang tua Selvia, begitu juga orang tuaku. Tapi cinta ini sudah terlalu jauh hanyut ke tengah samudra. Tak akan kembali lagi kedaratan, oleh jebakan cinta yang begitu erat menjerat.
“Cinta ini seumpama aib saja.” ucap Selvia, ketika genangan air matanya telah merembes di pelataran leher jenjangnya.
“itu bagi mereka, bukan bagi kita” kataku. Kemudian hening lagi. Sepertinya Selvia membaca kemarahanku. Karena kalimat yang diucapkannya semenit lalu, sebuah luapan kesedihan, juga kemarahannya. Tanpa pernah memikirkan kalau aib yang sempat dia sebut-sebut itu terlalu hina buatku, untuk melukiskan hubungan yang kuanggap sangat suci dan harus kami pertahankan.
Bersambung ke: Cerpen Cinta II
“Tak hanya itu, Juga rumit.” Sambungmu melanjutkan perdebatan yang begitu sengit di pikiranku.
“dari mana kau tau pikiranku?” tanyaku.
“apa kamu lupa, kita telah menyatu. Jadi apa yang kita pikirkan. Kita pasti akan sama-sama tau.”
Kupandang sosok yang telah mencoba membaca pikiranku. Ternyata Selvia. Orang yang telah lama kutunggu di taman ini. kebahagianku ketika bersamanya, tak pernah dapat kulukiskan. Mungkin seperti Adam ketika Tuhan menciptakan seorang Hawa untuknya. Tapi aku selalu membayangkan lebih dari itu. Karena aku tak Pernah tau ukuran kebahagiaan, bahkan kesetiaan mereka. Dan ada hal yang membuatku iri. Tuhan merestui hubungan mereka. Sedangkan aku dan Selvia. Aku tak pernah tau.
Aku telah mencintai Selvia. Selvia adalah roh yang telah mengisi kebekuan jiwaku selama bertahun-tahun. Menggantikan sosok Risa, wanita yang pernah kukagumi selama berabad-abad. Ya selama berabad abad. Begitulah aku menyebutnya.
Tapi tak segampang itu, kesejukan itu kapan saja bisa hilang termakan oleh waktu. Aku dan Selvia dilahirkan pada persinggahan yang berbeda. Pada dua keyakinan yang berbeda. Sungguh, aku tak tau menyatukan cinta yang begitu penting buatku, juga bagi Selvia. Jika kupersatukan kata yang pernah disebutkan oleh Selvia dengan kata yang pernah kupikirkan, sungguh begitu runyam dan terlalu rumit.
Tak dapat kubayangkan jika cintaku bersama Selvia berakhir. Sepertinya hidup ini tak jauh dengan kematian yang gentayangan selepas Risa yang lalu. Dan sekarang Selvia lebih dari Risa untukku. Sungguh menakutkan, kepadaku, juga kepada Selvia.
Seringkali air mata Selvia menggenang di sela pertemuan. aku dan Selvia tau jika cinta ini akan terpasung pada dua persinggahan yang berbeda. Dibawah kuasa orang tua Selvia, begitu juga orang tuaku. Tapi cinta ini sudah terlalu jauh hanyut ke tengah samudra. Tak akan kembali lagi kedaratan, oleh jebakan cinta yang begitu erat menjerat.
“Cinta ini seumpama aib saja.” ucap Selvia, ketika genangan air matanya telah merembes di pelataran leher jenjangnya.
“itu bagi mereka, bukan bagi kita” kataku. Kemudian hening lagi. Sepertinya Selvia membaca kemarahanku. Karena kalimat yang diucapkannya semenit lalu, sebuah luapan kesedihan, juga kemarahannya. Tanpa pernah memikirkan kalau aib yang sempat dia sebut-sebut itu terlalu hina buatku, untuk melukiskan hubungan yang kuanggap sangat suci dan harus kami pertahankan.
Bersambung ke: Cerpen Cinta II
suka cerpen ya sob
BalasHapusYa sobat, suka nulis juga baca cerpen.
BalasHapuscerpen nya menarik juga....
BalasHapussalam kenal ya
mantap nich cerpen
BalasHapuscerita pengalaman sendri ya ms????
BalasHapuskeren ceritanya
BalasHapus