Cerpen : Cinta di Kos Romantis
Sebuah persinggahan dengan bunga-bunga yang bermekaran. ruang yang selalu mempermainkanku pada keindahan yang memesona. Derai angin selalu mengantarkan harum mawar, hingga membuatku mabuk kepayang. Betapa indahnya tempat ini, betapa aku ingin selalu di sini.
Cinta di Kos Romantis
Aku seorang yang masih jomblo pada persinggahan itu, sikap pendiam dan pemalu terngaung, menutup rasa cinta. mungkin suatu yang terpendam membentuk puncak es di hati. Beku, semakin hari semakin membatu. aku semakin tidak yakin kalau suatu saat gunung es itu mampu mencair. Semua tahu matahari selalu terbit dari arah timur ke barat bukan dari utara keselatan. Sehingga, es di kutub utara tak akan pernah mencair.
Chelsy, nama itulah yang mendermaga di lubuk hatiku, ukiran nama Chelsy membekas di setiap sysraf-syaraf otakku. Kamar yang berhadap-hadapan, latar itulah yang selalu memberiku kesempatan bertatapan dengannya. Aku selalu rindu adegan itu, selalu membuat hatiku berbunga, kala mata kami beradu dalam sebuah lingkaran, hingga menumbuhkan bercak-bercak cinta yang mendalam, serupa gulma di musim penghujan.
“Jek apa kamu tidak bosan hidup sendiri, tanpa pernah menjalin hubungan dengan seorang wanita?” ucap sem.
Pertanyaan itulah yang selalu membuatku terdiam atau terpuruk. Sepertinya, tidak ada kata-kata yang dapat kurangkai untuk menjawab, karena serba salah dan semuanya konyol.
Hatiku bagaikan es di kutub utara yang tidak tahu, kapan bisa mencair, karena semakin hari semakin memuncak oleh kata-kata dan perasaan yang tak bisa kucairkan pada sebuah daratan.
Aku benci pada diriku, menyesal hidup seperti ini. penakut, pendiam, pemalu, sifat yang lumrah dimiliki seorang wanita, tapi aku seorang lelaki yang sepantasnya berani mengungkapkan kata cinta pada seorang wanita. bukan pemalu dan hanya menunggu ungkapan cinta seorang bidadari.
“Sampai kapan?” teriakku. Aku tak ingin hidup seperti ini. hidup dalam bayang-bayang cinta yang yang kelam.
Kupandang hidupku kebelakang. Mengingat-ingat prilaku yang hanya diam. waktu yang tidak kugunakan, semuanya sia-sia. Ke kampus lalu tidur di kosan, kadang membuat kamar seperti pabrik, oleh gumpalan asap rokok yang tak pernah berhenti, keluar-masuk dari mulutku.
Hari ini hari sabtu, libur di kalangan mahasiswa. Kosan terasa amat sepi. penghuni kosan menikmati hari libur, menghilangkan kejenuhan oleh rumus-rumus, pengertian-pengertian, istilah-istilah dan ilmu-ilmu, selama lima hari berturut-turut.
Bepergian atau berbelanja untuk menenangkan pikiran, bukan bagian hidupku. Dikala libur biasanya kuhabiskan waktu untuk menulis puisi, menyusun nada-nada menjadi musikalisasi. hanya itulah yang dapat menghiburku. Bukan hanya pikiran tetapi hati yang sudah membeku sekejap merasakan kehangatan oleh untayan kata-kata dan nada-nada yang mengalun dengan sendu. Sepertinya, menyuarakan kesendirian dan kejenuhanku. mungkin saja kepada nyamuk atau kecoak yang selalu menemaniku.
Pada sebuah siang yang panas, aku melihat sosok seorang gadis, tiba-tiba jantungku bergemuruh. ya itu Chelsy. sepertinya dia berjalan menuju kamar mandi. mungkin sebentar lagi dia juga akan bepergian atau bersenang-senang, sebagaimana teman-teman yang yang lain. Sejenak kupandang sosok gadis itu, terpintas suatu ide dalam benakku, tapi masih mengapung-apung. Karena, untuk melakukannya diperlukan suatu keberanian. Kutenangkan jiwaku, kutepis semua rasa takut, kurangkai kata-kata yang mungkin kuungkapkan untuknya, saat itu juga.
Kakiku mulai gemetar. kutuntun untuk melangkah keluar dari kamar kosan. kulihat sekeliling, sepertinya sepi. “Mungkin semuanya sudah pada pergi.” Bisikku dalam hati. kudekati kamar mandi itu. kutunggu hingga celsy keluar.
Ketika, berada di depan pintu kamar mandi, aku sempat barhayal. Mungkin kenekatanku itu akan membuatku malu seumur hidup, tapi aku tidak peduli soal itu, mungkin itu suatu pengorbanan untuk meraih cinta.
Terlalu lama melamun, membuatku tersentak kaget. melihat Chelsy sudah dihadapanku. dia juga kaget. dari raut wajahnya sepertinya dia malu, karena tubuh mungilnya hanya ditutupi handuk lembutnya saja.
Kulangkahkan kakiku mendekatinya, kuraih tangannya lalu kutarik kedalam kamar mandi itu lagi. awalnya dia sangat berontak, dia takut kalau aku berbuat senonoh pada tubuh indahnya yang memesona, namun akhirnya dia mulai tenang, saat aku berlutut di hadapannya dan mengungkapkan semua isi hatiku kepadanyanya.
Dia hanya bisa terdiam, mungkin dia kaget atau marah atas kelakuanku yang di luar pikirannya. Namun, aku tak perduli apa pendapatnya tentang diriku.
Kini es dikutub utara sudah mencair, mengalir ke samudra-samudra, menggenangi seluruh rawa yang dulu kering dan laut yang lama surut telah penuh kembali.
Dalam kehening itu, tiba-tiba bibir lembutnya memancarkan kata-kata yang sangat berharga untukku.
“Sebenarnya aku juga sudah lama memendam perasaan yang sama denganmu, aku juga suka sama kamu, aku sudah lama menunggu masa-masa seperti ini.” ucapnya sedikit malu.
Jawapan yang begitu singkat, namun telah menjawab semua teka-teki yang tak pernah bisa terjawab olehku, bahkan pakar sekalipun. Hanya Celsylah yang bisa menjawabnya. dituntunnya aku untuk berdiri, lalu kicium tangan yang kugenggam dari tadi. masih terasa harum, seperti mawar putih yang mekar di pagi hari.
“Aku pamit dulu! jangan lupa, nanti malam kita ke taman, menikmati malam dan melihat bintang-bintang. aku akan menunjukan kepada bulan, bintang, angin yang berhembus, pohon-pohon, bahwa aku sudah mencairkan puncak es di hatiku.”
Diapun menjawabnya dengan anggukan dan senyuman yang lembut, dengan sedikit malu. kulihat sekeliling kosan masih terasa sepi. “Mungkin mereka masih asik menikmati hari liburnya.” Pikirku.
Aku langsung berlari menuju kamar. Dari jendela kamar itu, terus kupandangi bidadariku itu, seperti yang sering kulakukan sebelum cinta itu mencair pada sebuah daratan. Ferdinan DJ Saragih (2009: Bandung).
Cinta di Kos Romantis
Aku seorang yang masih jomblo pada persinggahan itu, sikap pendiam dan pemalu terngaung, menutup rasa cinta. mungkin suatu yang terpendam membentuk puncak es di hati. Beku, semakin hari semakin membatu. aku semakin tidak yakin kalau suatu saat gunung es itu mampu mencair. Semua tahu matahari selalu terbit dari arah timur ke barat bukan dari utara keselatan. Sehingga, es di kutub utara tak akan pernah mencair.
Chelsy, nama itulah yang mendermaga di lubuk hatiku, ukiran nama Chelsy membekas di setiap sysraf-syaraf otakku. Kamar yang berhadap-hadapan, latar itulah yang selalu memberiku kesempatan bertatapan dengannya. Aku selalu rindu adegan itu, selalu membuat hatiku berbunga, kala mata kami beradu dalam sebuah lingkaran, hingga menumbuhkan bercak-bercak cinta yang mendalam, serupa gulma di musim penghujan.
“Jek apa kamu tidak bosan hidup sendiri, tanpa pernah menjalin hubungan dengan seorang wanita?” ucap sem.
Pertanyaan itulah yang selalu membuatku terdiam atau terpuruk. Sepertinya, tidak ada kata-kata yang dapat kurangkai untuk menjawab, karena serba salah dan semuanya konyol.
Hatiku bagaikan es di kutub utara yang tidak tahu, kapan bisa mencair, karena semakin hari semakin memuncak oleh kata-kata dan perasaan yang tak bisa kucairkan pada sebuah daratan.
Aku benci pada diriku, menyesal hidup seperti ini. penakut, pendiam, pemalu, sifat yang lumrah dimiliki seorang wanita, tapi aku seorang lelaki yang sepantasnya berani mengungkapkan kata cinta pada seorang wanita. bukan pemalu dan hanya menunggu ungkapan cinta seorang bidadari.
“Sampai kapan?” teriakku. Aku tak ingin hidup seperti ini. hidup dalam bayang-bayang cinta yang yang kelam.
Kupandang hidupku kebelakang. Mengingat-ingat prilaku yang hanya diam. waktu yang tidak kugunakan, semuanya sia-sia. Ke kampus lalu tidur di kosan, kadang membuat kamar seperti pabrik, oleh gumpalan asap rokok yang tak pernah berhenti, keluar-masuk dari mulutku.
Hari ini hari sabtu, libur di kalangan mahasiswa. Kosan terasa amat sepi. penghuni kosan menikmati hari libur, menghilangkan kejenuhan oleh rumus-rumus, pengertian-pengertian, istilah-istilah dan ilmu-ilmu, selama lima hari berturut-turut.
Bepergian atau berbelanja untuk menenangkan pikiran, bukan bagian hidupku. Dikala libur biasanya kuhabiskan waktu untuk menulis puisi, menyusun nada-nada menjadi musikalisasi. hanya itulah yang dapat menghiburku. Bukan hanya pikiran tetapi hati yang sudah membeku sekejap merasakan kehangatan oleh untayan kata-kata dan nada-nada yang mengalun dengan sendu. Sepertinya, menyuarakan kesendirian dan kejenuhanku. mungkin saja kepada nyamuk atau kecoak yang selalu menemaniku.
Pada sebuah siang yang panas, aku melihat sosok seorang gadis, tiba-tiba jantungku bergemuruh. ya itu Chelsy. sepertinya dia berjalan menuju kamar mandi. mungkin sebentar lagi dia juga akan bepergian atau bersenang-senang, sebagaimana teman-teman yang yang lain. Sejenak kupandang sosok gadis itu, terpintas suatu ide dalam benakku, tapi masih mengapung-apung. Karena, untuk melakukannya diperlukan suatu keberanian. Kutenangkan jiwaku, kutepis semua rasa takut, kurangkai kata-kata yang mungkin kuungkapkan untuknya, saat itu juga.
Kakiku mulai gemetar. kutuntun untuk melangkah keluar dari kamar kosan. kulihat sekeliling, sepertinya sepi. “Mungkin semuanya sudah pada pergi.” Bisikku dalam hati. kudekati kamar mandi itu. kutunggu hingga celsy keluar.
Ketika, berada di depan pintu kamar mandi, aku sempat barhayal. Mungkin kenekatanku itu akan membuatku malu seumur hidup, tapi aku tidak peduli soal itu, mungkin itu suatu pengorbanan untuk meraih cinta.
Terlalu lama melamun, membuatku tersentak kaget. melihat Chelsy sudah dihadapanku. dia juga kaget. dari raut wajahnya sepertinya dia malu, karena tubuh mungilnya hanya ditutupi handuk lembutnya saja.
Kulangkahkan kakiku mendekatinya, kuraih tangannya lalu kutarik kedalam kamar mandi itu lagi. awalnya dia sangat berontak, dia takut kalau aku berbuat senonoh pada tubuh indahnya yang memesona, namun akhirnya dia mulai tenang, saat aku berlutut di hadapannya dan mengungkapkan semua isi hatiku kepadanyanya.
Dia hanya bisa terdiam, mungkin dia kaget atau marah atas kelakuanku yang di luar pikirannya. Namun, aku tak perduli apa pendapatnya tentang diriku.
Kini es dikutub utara sudah mencair, mengalir ke samudra-samudra, menggenangi seluruh rawa yang dulu kering dan laut yang lama surut telah penuh kembali.
Dalam kehening itu, tiba-tiba bibir lembutnya memancarkan kata-kata yang sangat berharga untukku.
“Sebenarnya aku juga sudah lama memendam perasaan yang sama denganmu, aku juga suka sama kamu, aku sudah lama menunggu masa-masa seperti ini.” ucapnya sedikit malu.
Jawapan yang begitu singkat, namun telah menjawab semua teka-teki yang tak pernah bisa terjawab olehku, bahkan pakar sekalipun. Hanya Celsylah yang bisa menjawabnya. dituntunnya aku untuk berdiri, lalu kicium tangan yang kugenggam dari tadi. masih terasa harum, seperti mawar putih yang mekar di pagi hari.
“Aku pamit dulu! jangan lupa, nanti malam kita ke taman, menikmati malam dan melihat bintang-bintang. aku akan menunjukan kepada bulan, bintang, angin yang berhembus, pohon-pohon, bahwa aku sudah mencairkan puncak es di hatiku.”
Diapun menjawabnya dengan anggukan dan senyuman yang lembut, dengan sedikit malu. kulihat sekeliling kosan masih terasa sepi. “Mungkin mereka masih asik menikmati hari liburnya.” Pikirku.
Aku langsung berlari menuju kamar. Dari jendela kamar itu, terus kupandangi bidadariku itu, seperti yang sering kulakukan sebelum cinta itu mencair pada sebuah daratan. Ferdinan DJ Saragih (2009: Bandung).
bagus,, sangat lentur dalam menulisnnya!
BalasHapusJangan-jangan ini pengalaman pribadi ya?? hehehe..
BalasHapusMenarik, jadi ingat jaman kos dulu, banyak menyimpan kisah dan kenangan.
BalasHapus